Baik kawan, malam ini untuk pertama kalinya sebagai pembuka,
H ingin membicarakan sebuah makna dan arti yang terkandung dalam kata “sedih”.
Mungkin banyak diantara kawan sekalian yang pernah mengalami
kepahitan dengan kata tersebut. H yakin, sedih yang kawan semua rasakan
mempengaruhi kehidupan kawan sekalian dengan berbagai taraf atau tingkat
tertentu. Berbagai drama yang menyeduhkan berbagai rasa dalam sudut pandang
kita terhadap rasa sedih terus bermunculan seiring berjalannya waktu. Rasa haru
ketika kau melihat sebuah penderitaan datang kepada seorang tokoh dalam cerita,
diiringi lantunan lagu doll box bersamaan dengan rintiknya gerimis hujan yang
menerpa helai demi helai sang tokoh. Atau kalau kau mau, kau juga dapat
menambahkan sedikit efek jeritan, air mata, darah, bahkan jika kau amat sangat
terobsesi menambahkan prosesi kematian juga taka apa. Asal itu semua hanya
cerita.
Dewasa ini, kesedihan menjalar dimana-mana. Tak percaya? Tak
apa.
Hanya sebagai pengingat saja, perhatikan jalanan yang kau
tempuh selama ini benar adalah benar apa adanya. Seperti yang kau bayangkan.
Inginkan. Atau dengan yang sejenisnya. Kau dapat melihat (dalam berita atau
surat kabar lainnya), seorang ayah meracuni anaknya, ibu rumah tangga bunuh
diri setelah kehilangan keluarganya, manager sebuah perusahaan ditemukan tewas
menggantung dengan tali berada dilehernya. And so on.
Ada yang tau alasannay kenapa? Ada yang tau alasannya
mengapa? Seorang kepala keluarga meracuni dirinya sendiri dan keluaraganya
dengan makanan yang mereka makan, hal ini diduga karna sang ayah tak mampu lagi
menahan derita anak-anak dan istrinya yang telah lama tak merasakan suapan nasi
dan kebagian sebagaiman hidupnya keluarga yang lain. Kenapa? Oleh sebab apa?
Mati dengan cara konyol seperti itu. Menyusahkan orang lain. Memenuhi spam-spam
berita yang sudah bosan kau saksikan setiap pagi-siang-sore-malam.
Dimankah kau saat itu? Apa yang sedang kau lakukan? Bukan.
Maksudku sebelum spam-spam tak berguna itu bermunculan di media massa. Sebelum kesaksian
bisu itu terbaca, sebelum angin saat itu terhembus, sebelum buih yang kau lihat
diberita itu keluar, sebelum kau melihat mayat itu digopong menuju ruang
otopsi, sebelum Si Kepala keluarga mngolesakan selai hijau bermerek DANGER di
ubi anaknya-istrinya. Kau dimana? Sedang apa? Ketawakah? Menangiskah?
Kenyangkah? Dan –kah –kah –kah yang lainnya sampai jari-jemariku lelah tuk men-type.
Mengertikah kalian semua? Akan apa yang telah ku katakan?
Tak mengerti, taka apa.
Kadang ketika seorang tengah bersedih, bersedih menangisi
apa yang baru saja telah terjadi pada dirinya. Entah karena kehilangan,
kerusakan, malapetaka, sebuah perpisahan and so on (mungkin nanti aku akan
men-posting hal itu secara terpisah). Pernah suatu ketika touchpad H tak dapat
digunakan, padahal sebelumnnya normal-normal aja. Semua berawal di malam itu,
tepatnya malam jum’at. Ketika H dengan teman-teman baru saja selesai menonton
anime. Yah anime tersebut juga dapat dikategorikan anime yang mengerikan.
Kenapa? Karena banyak terror pembunuhan dan malapetaka yang tergambar disana.
Sampai ketika H dan teman usai menontonnya, sesuatu terjadi. Kelopak mata kami
yang tak dapat berhenti berayun akhirnya tertutup. Keesokan hari, H terbangun
seperti biasa menyalakan laptop lagi dan ternyata masih dalam sleep mode. Mungkin karena tidak
dimatikan tadi malam pikir H. Setelah windows mempersilahkan H untuk login, H
mencoba menggerakkan kursor dengan touchpad
untuk membuka jendela desktop di start. Akan tetapi tak dapat. H berpikir
dengan keras mengapa ini tidak bisa. Mengapa kursornya tak bergerak. H bertanya
pada tema-teman namun tak satupun dari mereka yang memperdulikannya. Akhirnya H
mencoba untuk membawanya menuju service
centre terdekat. Uang tak mencukupi. Tak ada yang mau membantu. Disaat yang
lain sedang susah, mereka seenak-enaknya membicarakan hal yang lucu (yang
menurut H tidak). Tak memperdulikan H yang sedang …….. . Dan tak ada suara lagi
setelah itu, taka da. Hari itu kemudian menjadi sunyi, sepi, senyap, lengakap
dengan aksesoris seperti dalam film-film. Sambil berdiri H bergumam dengan
suara paruh samar-samar “entahlah”.